“History
Goes To Candi Jiwa”
Pada
tanggal 28 Desember 2010, kami yang beranggotakan Agung Maulana, Feni Ira
Saputri, Gilang Pratama, Gina Nisrina, Mufni Alida, dan Putri Wengi “goes to
Candi Jiwa” untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah pada
semester I.
Awalnya
kami rapat terlebih dahulu, untuk memilih tempat yang akan kami kunjungi dan kapan keberangkatannya.
Setelah di putuskan, akhirnya kami pergi
ke Candi Jiwa. Dan kami pun memutuskan untuk pergi pada hari Selasa 28 Desember
2010.
Sehari
sebelum pemberangkatan, lima orang dari anggota yaitu Agung Maulana, Feni Ira
Saputri, Gilang Pratama, Gina Nisrina, dan Putri Wengi diberi tahu lewat pesan
singkat (sms) oleh Mufni Alida untuk kumpul terlebih dahulu di sekolah SMAN 1
Cikampek dan di lanjutkan berkumpul di
rumah Agung Maulana pada pukul 07.00 WIB
(pagi).
Keesokan
harinya, kami berkumpul di rumah Agung tepat pukul 07.00 WIB, kecuali Gilang yang datang
terlambat pada pukul 08.45 WIB dengan
alasan Gilang bangunnya kesiangan karena kecapean. Di waktu kami ber-5 menunngu
Gilang di rumah Agung, cuaca hari itu pun tidak mendukung karena di hari itu, telah
turun hujan, sempat terlintas di benak kami akan membatalkan keberangkatan tersebut.
Tetapi, tidak lama kemudian hujan pun
reda dan gilang pun juga datang.
Setelah semuanya
berkumpul, kami pun mulai berangkat pada pukul 09.00 WIB dengan membaca do’a terlebih dahulu, agar
kami di berikan keselamatan. Kami
berangkat dengan menggunakan kendaraan motor. Kami membawa tiga kendaraan
motor, kebetulan kami beranngotakan tiga cowok dan tiga cewek sehingga kami
naik motor secara berpasangan dimana, Gina dengan Gilang, Mufni dengan Feni,
dan Agung dengan Putri. kami berangkat
melewati jalan wadas yaitu jalan alternatif menuju ke karawang, karena jalan
tersebut lebih aman dan jarang terdapat kendaraan yang melintas, karena itu
kami memilih jalan wadas.
Di sepanjang perjalanan kami banyak melihat orang-orang yang sedang melakukan
aktifitasnya masing-masing disungai, baik itu orang yang sedang mandi, mencuci pakaian, dan lain-lain.
Mufni sebagai petunjuk jalan sempat lupa akan jalan menuju ke
Candi Jiwa, jalan yang seharusnya lurus, tetapi Mufni malah mengatakan untuk
belok. Kami sempat tersesat, tetapi salah satu dari anggota yaitu Agung
mengatakan bahwa jalan menuju Candi Jiwa adalah lurus. Akhiranya kami berbelok
arah ke jalan yang seharusnya dilewati dan melanjutkan perjalanannya. Setelah
beberapa jam kemudian, kami tidak juga menemukan tempat tersebut, akhirnya kami
memutuskan untuk bertanya kepada masyarakat setempat yaitu seorang ibu-ibu, dan
yang bertanya langsung yaitu Gina.
Gina : “Bu, punten bade naros, ari Candi Jiwa
teh palih mana?”
Ibu : “Oh, neng Candi Jiwa mah tos
kalangkung.”
Gina : “Hatur nuhun ibu, mangga….”
Pada ± pukul 11.00 WIB, kami sampai ditempat
tujuan dan langsung mambayar uang masuk sebesar Rp.3000/motor. Suasana disana
sangat panas, karena Candi Jiwa terletak ditengah-tengah persawahan, setelah
kami melihat dengan seksama, ternyata bagian atas Candi Jiwa sudah tak terbentuk, yang dapat terlihat jelas
hanya dindingnya saja. Ketika kami menginjak dasar candi, di dalamnya terdapat air yang keluar dari bebatuan candi karena pengaruh
yang sangat besar dari keberadaan sungai Citarum, sehingga tanah di daerah
tersebut tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau
sekalipun. kami disana berfoto-foto sebagai bukti bahwa kami telah mengunjungi
Candi Jiwa. Di saat kami berfoto-foto , salah satu dari anngota kami yakni
putri terjatuh karena dia menginjak bebatuan candi yang berdiri di sekitar
pinngir Candi Jiwa, padahal Mufni sudah memperingatkan, bahwa jika menginjak
bebatuan tersebut akan terjatuh, tetapi Putri menghiraukan
perkataan Mufni, sehingga Putri terjatuh. Dan Agung pun segera membantu Putri, karena Agung pada saat
itu berada di dekat Putri.
Setelah
kami selesai berfoto-foto kami merasa
kelaparan dan kehausan. Tak jauh dari Candi Jiwa terdapat Candi Blandongan.
Kami pun segera pergi untuk melihatnya, kebetulan di situ terdapat pedagang yang sedang berjualan.
Berhubung kami sudah melakukan
perjalanan yang cukup jauh dan diantara kami tidak ada yang membawa bekal
makanan, kami pun membeli sesuatu yang
kiranya dapat mengganjal perut. Setelah kami menghabiskan makanan yang di beli,
kami bertemu dengan seorang bapak-bapak yang bertempat tinggal di lokasi percandian tersebut, tepatnya
di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya,
Kabupaten Karawang. Bapak itu memberitahukan kepada kami bahwa, tempat yang kami kunjungi adalah lokasi
percandian yang tempatnya lebih luas dibandingkan dengan Candi Borobudur yang
berada di Jogjakarta, karena di sana banyak gundukan tanah yang di dalamnya
terdapat reruntuhan bangunan kuno, yang di duga berupa candi atau masyarakat setempat
menyebutnya dengan sebutan unur , dan kami melihat hanya ada dua yang sudah
digali yakni Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Bapak itu juga menceritakan kepada kami pernah ada pengunjung yana
membawa pulang beberapa buah batu untuk di jadikan jimat/penglaris/sarana untuk
memajukan usahanya. Namun beberapa hari kemudian, pengunjung tersebut kembali
lagi ke lokasi candi untuk mengembalikan batu yana telah ia ambil, karena tidak
tahan menghadapi gangguan-gangguan yang dialaminya.
Bapak
tersebut juga mengusulkan kepada kami untuk melihat museum Batujaya. Kami pun
berminat untuk pergi, dengan tidak mengulur-ulur waktu, kami bergegas pergi ke
museum Batujaya yang letaknya tidak jauh dari Candi Jiwa. Sesampainya disana,
ternyata museum tersebut tutup. Dan kami tidak tahu alas annya kenapa museum
itu tutup.
Kami pun
melanjutkan perjalanan untuk pulang, di tengah-tengah perjalanan, kami mampir
dulu ke Pertamina untuk melaksanakan sholat dzuhur dan sekaligus Gilang mengisi
bensin karena bensinnya hampir habis. Setelah kami selesai melaksanakan shalat
dzuhur, kami pun segera melanjutkan perjalanan. Tetapi diperjalanan, cuaca yang
tadinya panas berganti menjadi mendung dan akhirnya turun hujan. Kami pun
kehujanan, tetapi Alhamdulillahnya, Mufni dan Feni membawa jas hujan, sehingga
jas hujan milik Feni dipakai olehGina dan Gilang, jas hujan Mufni dipakai oleh
Feni dan Mufni sendiri. Sedangkan Agung dan Putri cuma memakai jaket dan helm
saja, karena keterbatasan jas hujan. Walaupun memakai jas hujan, tetap saja terkena
air hujan. Tetapi tidak lama kemudian, hujan berganti gerimis dan akhirnya
reda. Oleh-oleh yang kami dapatkan adalah kulit menjadi hitam, karena cuaca
panas yang membakar kulit kami. Disamping itu, kamimerasa senang dengan
kunjungan kami ke Candi Jiwa, karena banyak pengetahuan yang kami dapatkan
yaitu tentang percandian khususnya didaerah Batujaya, dan Alhamdulillah kami
bisa kembali kerumah masing-masing dengan selamat.
0 komentar:
Posting Komentar