Rabu, 02 November 2011

Liputan Peninggalan Sejarah Karawang

“History Goes To Candi Jiwa”
Pada tanggal 28 Desember 2010, kami yang beranggotakan Agung Maulana, Feni Ira Saputri, Gilang Pratama, Gina Nisrina, Mufni Alida, dan Putri Wengi “goes to Candi Jiwa” untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sejarah pada semester I.

Awalnya kami rapat terlebih dahulu, untuk memilih tempat yang akan  kami kunjungi dan kapan keberangkatannya. Setelah di putuskan, akhirnya kami  pergi ke Candi Jiwa. Dan kami pun memutuskan untuk pergi pada hari Selasa 28 Desember 2010.
Sehari sebelum pemberangkatan, lima orang dari anggota yaitu Agung Maulana, Feni Ira Saputri, Gilang Pratama, Gina Nisrina, dan Putri Wengi diberi tahu lewat pesan singkat (sms) oleh Mufni Alida untuk kumpul terlebih dahulu di sekolah SMAN 1 Cikampek  dan di lanjutkan berkumpul di rumah Agung Maulana pada pukul  07.00 WIB (pagi).
Keesokan harinya, kami berkumpul di rumah Agung tepat pukul  07.00 WIB, kecuali Gilang yang datang terlambat pada pukul  08.45 WIB dengan alasan Gilang bangunnya kesiangan karena kecapean. Di waktu kami ber-5 menunngu Gilang di rumah Agung, cuaca hari itu pun  tidak mendukung karena di hari itu, telah turun hujan, sempat terlintas di benak kami akan membatalkan keberangkatan tersebut. Tetapi, tidak lama  kemudian hujan pun reda dan gilang pun juga datang. 
 Setelah semuanya berkumpul, kami pun mulai berangkat pada pukul  09.00 WIB  dengan membaca do’a terlebih dahulu, agar kami  di berikan keselamatan. Kami berangkat dengan menggunakan kendaraan motor. Kami membawa tiga kendaraan motor, kebetulan kami beranngotakan tiga cowok dan tiga cewek sehingga kami naik motor secara berpasangan dimana, Gina dengan Gilang, Mufni dengan Feni, dan Agung dengan Putri.  kami berangkat melewati jalan wadas yaitu jalan alternatif menuju ke karawang, karena jalan tersebut lebih aman dan jarang terdapat kendaraan yang melintas, karena itu kami memilih jalan wadas.
Di sepanjang perjalanan kami banyak  melihat orang-orang yang sedang melakukan aktifitasnya masing-masing disungai, baik itu orang yang sedang  mandi, mencuci pakaian, dan lain-lain.                                   
Mufni sebagai petunjuk jalan sempat lupa akan jalan menuju ke Candi Jiwa, jalan yang seharusnya lurus, tetapi Mufni malah mengatakan untuk belok. Kami sempat tersesat, tetapi salah satu dari anggota yaitu Agung mengatakan bahwa jalan menuju Candi Jiwa adalah lurus. Akhiranya kami berbelok arah ke jalan yang seharusnya dilewati dan melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa jam kemudian, kami tidak juga menemukan tempat tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk bertanya kepada masyarakat setempat yaitu seorang ibu-ibu, dan yang bertanya langsung yaitu Gina.
Gina : “Bu, punten bade naros, ari Candi Jiwa teh palih mana?”
Ibu : “Oh, neng Candi Jiwa mah tos kalangkung.”
Gina : “Hatur nuhun ibu, mangga….”
          Pada ± pukul 11.00 WIB, kami sampai ditempat tujuan dan langsung mambayar uang masuk sebesar Rp.3000/motor. Suasana disana sangat panas, karena Candi Jiwa terletak ditengah-tengah persawahan, setelah kami melihat dengan seksama, ternyata  bagian atas Candi Jiwa  sudah tak terbentuk, yang dapat terlihat jelas hanya dindingnya saja. Ketika kami menginjak dasar candi, di dalamnya  terdapat air yang  keluar dari bebatuan candi karena pengaruh yang sangat besar dari keberadaan sungai Citarum, sehingga tanah di daerah tersebut tidak pernah kering sepanjang tahun, baik pada musim kemarau sekalipun. kami disana berfoto-foto sebagai bukti bahwa kami telah mengunjungi Candi Jiwa. Di saat kami berfoto-foto , salah satu dari anngota kami yakni putri terjatuh karena dia menginjak bebatuan candi yang berdiri di sekitar pinngir Candi Jiwa, padahal Mufni sudah memperingatkan, bahwa jika menginjak bebatuan  tersebut  akan terjatuh, tetapi Putri menghiraukan perkataan Mufni, sehingga Putri terjatuh. Dan Agung pun segera  membantu Putri, karena Agung pada saat itu  berada di dekat Putri. 
Setelah kami selesai  berfoto-foto kami merasa kelaparan dan kehausan. Tak jauh dari Candi Jiwa terdapat Candi Blandongan. Kami pun segera pergi untuk melihatnya, kebetulan  di situ terdapat pedagang yang sedang berjualan. Berhubung  kami sudah melakukan perjalanan yang cukup jauh dan diantara kami tidak ada yang membawa bekal makanan, kami pun  membeli sesuatu yang kiranya dapat mengganjal perut. Setelah kami menghabiskan makanan yang di beli, kami bertemu dengan seorang bapak-bapak yang bertempat  tinggal di lokasi percandian tersebut, tepatnya di Desa Segaran, Kecamatan  Batujaya, Kabupaten Karawang. Bapak itu memberitahukan kepada kami bahwa,  tempat yang kami kunjungi adalah lokasi percandian yang tempatnya lebih luas dibandingkan dengan Candi Borobudur yang berada di Jogjakarta, karena di sana banyak gundukan tanah yang di dalamnya terdapat reruntuhan bangunan kuno, yang di duga berupa candi atau masyarakat setempat menyebutnya dengan sebutan unur , dan kami melihat hanya ada dua yang sudah digali yakni Candi Jiwa dan Candi Blandongan. Bapak itu juga menceritakan  kepada kami pernah ada pengunjung yana membawa pulang beberapa buah batu untuk di jadikan jimat/penglaris/sarana untuk memajukan usahanya. Namun beberapa hari kemudian, pengunjung tersebut kembali lagi ke lokasi candi untuk mengembalikan batu yana telah ia ambil, karena tidak tahan menghadapi gangguan-gangguan yang dialaminya.
Bapak tersebut juga mengusulkan kepada kami untuk melihat museum Batujaya. Kami pun berminat untuk pergi, dengan tidak mengulur-ulur waktu, kami bergegas pergi ke museum Batujaya yang letaknya tidak jauh dari Candi Jiwa. Sesampainya disana, ternyata museum tersebut tutup. Dan kami tidak tahu alas annya kenapa museum itu tutup.
Kami pun melanjutkan perjalanan untuk pulang, di tengah-tengah perjalanan, kami mampir dulu ke Pertamina untuk melaksanakan sholat dzuhur dan sekaligus Gilang mengisi bensin karena bensinnya hampir habis. Setelah kami selesai melaksanakan shalat dzuhur, kami pun segera melanjutkan perjalanan. Tetapi diperjalanan, cuaca yang tadinya panas berganti menjadi mendung dan akhirnya turun hujan. Kami pun kehujanan, tetapi Alhamdulillahnya, Mufni dan Feni membawa jas hujan, sehingga jas hujan milik Feni dipakai olehGina dan Gilang, jas hujan Mufni dipakai oleh Feni dan Mufni sendiri. Sedangkan Agung dan Putri cuma memakai jaket dan helm saja, karena keterbatasan jas hujan. Walaupun memakai jas hujan, tetap saja terkena air hujan. Tetapi tidak lama kemudian, hujan berganti gerimis dan akhirnya reda. Oleh-oleh yang kami dapatkan adalah kulit menjadi hitam, karena cuaca panas yang membakar kulit kami. Disamping itu, kamimerasa senang dengan kunjungan kami ke Candi Jiwa, karena banyak pengetahuan yang kami dapatkan yaitu tentang percandian khususnya didaerah Batujaya, dan Alhamdulillah kami bisa kembali kerumah masing-masing dengan selamat.
    


                            


0 komentar:

Posting Komentar