Senin, 05 Desember 2011

Laporan Penelitian Aliran-Aliran Islam (Asyariah)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Dimasyarakat Indonesia kebanyakan masyarakat dan hampir semua memeluk agama islam. Dari kebanyakan masyarakat itu, berbeda-beda dalam pemikiran tentang kalamnya. Ada yang berpegang pada NU (Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, atau mungkin Persis. Antara NU (Nahdatul Ulama), Muhammadiyah, dan Persis semunya memiliki pandangan dan pemikiran yang berbeda tentang kalam. Dari sejak Nabi Muhammad SAW meninggal perbedaan tentang kalam tersebut memang sudah ada.
Dari sinilah muncul berbagai aliran Ilmu Kalam dalam Islam yaitu diantaranya :
1)      Aliran Mu’tazilah, yang tidak mengakui kedua pendapat di atas. Menurutnya orang yang melakukan dosa besar berada pada posisi keduanya yaitu antara Mukmin dan Kafir.
2)      Aliran Al-Qodariyah, menurutnya manusia mempunyai kemerdekaan dalam berkehendak dan perbuatannya.
3)      Aliran Jabariyah, berlainan dengan Qodariyah. Menurutnya manusia didalam tingkah lakunya atas dasar paksaan dari Allah, tidak ubahnya seperti kapas yang tertiup oleh angin.
4)      Aliran Al-Asy’ariah, aliran ini menentang aliran Mu’tazilah. Pokok-pokok ajaran aliran Al-Asy’ariah berdekatan dengan aliran Jabariyah.
5)      Aliran Al-Maturidiyah, aliran ini pada dasarnya sama dengan aliran Asy’ariah yang menentang Mu’tazilah yang dianggap liberal.
Untuk itu, disini saya mencoba melakukan penelitian di daerah asal saya, tepatnya di Desa Jatiwangi, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang, untuk mengetahui pemikiran-pemikiran tentang kalam didaerah tersebut.


1.2              Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
a.             Bagaimana pemikiran masyarakat tentang akal dan wahyu?
b.            Konsep iman menurut masyarakat seperti apa?
c.             Kebebasan dan keterikatan manusia menurut  masyarakat seperti apa?
d.            Bagaimana pandangan masyarakat tentang keadilan Tuhan?
e.             Perbuatan dan sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat seperti apa?

1.3              Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a.             Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Kalam
b.            Untuk mengetahui ajaran dan pemikiran yang dianut oleh masyarakat di lingkungan sekitar.

1.4              Hipotesis Penelitian
            Dalam hal ini, peneliti menduga bahwa dalam masyarakat banyak yang menganut dan sepaham dengan aliran Asy’ariah, karena melihat masyarakat banyak yang mengikuti NU (Nahdatul Ulama).

1.5              Kegunaan Penelitian
Adapun keguanaan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang kalam, khususnya seputar yang ada pada rumusan masalah.







BAB II
LANDASAN TEORI
Ilmu Kalam merupakan salah satu ilmu yang mesti kita pelajari dari sekian banyak ilmu-ilmu di dunia ini. Berbagai definisi telah banyak dikemukakan tokoh-tokoh Islam mengenai ilmu ini. Begitu pula sebab-sebab penamaan serta berbagai nama lain dari ilmu kalam. Namun dari sekian keterangan dapat disimpulkan bahwa ilmu kalam merupakan ilmu yang mempelajari masalah ketuhanan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan-Nya yang dapat memeperkuat akan keyakinan terhadap-Nya dan mampu memberikan hujjah dan argumentasi.
2.1        Masalah Akal dan Wahyu
Karena berbagai faktor, terlahirlah berbagai aliran ilmu kalam dalam Islam dengan pemikiran dan konsep masing-masing. Dalam masalah akal dan wahyu,  pendapat aliran Asy’ariah, Mu’tazilah, Maturidiah Bukhara, dan Maturidiah Samarkand tentang kemampuan akal manusia dan fungsi wahyu dalam hal mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan jahat kewajiban mengetahui Tuhan, dan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhkan perbuatan yang jahat adalah sebagai berikut :
a.       Bagi aliran Asy’ariah, yang dapat diketahui oleh akal hanyalah wujud Tuhan, sedangkan mengetahui baik dan jahat, kewajiban mengetahui Tuhan, dan kewajiban mengetahui Tuhan, dan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhkan yang jahat dapat diketahui hanya melalui wahyu. Dengan demikian wahyu menurut pendapat mereka mempunyai fungsi yang banyak sekali, bahkan menentukan segala hal.
b.      Bagi aliran Mu’tazilah, mengetahui Tuhan, mengetahui baik dan jahat, kewajiban mengetahui Tuhan, dan kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhkan yang jahat, semuanya dapat diketahui oleh akal. Wahyu bagi mereka mempunyai fungsi konfirmasi dan informasi, artinya wahyu memperkuat apa-apa yang belumdiketahui oleh akal, atau menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh akal.
c.       Bagi aliran Maturidiah Bukhara, akal manusia mampu mengetahui Tuhan, mampu mengetahui baik dan jahat, sedangkan kewajiban mengetahui Tuhan, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhkan yang jahat tidak dapat diketahui oleh akal, tetapi dapat diketahui hanya melalui wahyu. Jadi menurut mereka, wahyu diperlukan untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia.
d.      Bagi aliran Maturidiah Samarkand, akal manusia mampu mengetahui wujud Tuhan, mampu mengetahui baik dan jahat dan berkewajiban mengetahui Tuhan. Adapun kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhkan yang jahat, tidak dapat diketahui oleh akal, tetapi dapat diketahui hanya melalui wahyu.
2.2        Konsep Iman
Dalam pemikiran konsep iman menurut Aliran Asy’ariah adalah tasdiq (membenarkan), bukan merupakan ma’rifah atau amal. Batasan iman menurut Asy’ari sendiri adalah al-tasdiqu billah, yaitu membenarkan kabar tentang adanya Allah lebih lanjut dikatakannya: iman ialah pengakuan dalam hati tentang keesaan Allah dan tentang kebenaran Rasul-rasul serta segala apa yang mereka bawa dari Allah. Iman menurut aliran Mu’tazilah bukanlah tasdiq, tetapi amal yang timbul sebagai akibat mengetahui Tuhan. Tegasnya, iman menurut mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan, atau dengan istilah lain ialah ma’rifah dan amal. Menurut mereka, iman tidak bisa mempunyai arti tasdiq tetapi mesti mempunyai arti aktif (amal), sebab manusia akhirnya mesti dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan.
Aliran Maturidiah Bukhara sependapat dengan aliran Asy’ariah, bahwa akal manusia tidak dapat sampai kepada kewajiban mengatahui Tuhan. Oleh karena itu, kedua aliran ini sependapat pula, bahwa iman tidak bisa merupakan ma’rifah atau amal, tetapi mestilah merupakan tasdiq. Batasan iman yang diberikan Al-Bazdawi (pemuka aliran Maturidiah Bukhara) ialah kepercayaan dalam hati yang dinyatakan dengan lisan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya. Kepatuhan kepada perintah-perintah Tuhan merupakan akibat dari kepercayaan atau iman.Menurut aliran Maturidiah Samrkand, iman tidak hanya tasdiq, tetapi juga harus dinyatakan dalam bentuk ma’rifah dan amal. Alasan mereka, karena akal manusia dapat sampai kepada kewajiban mengetahui Tuhan.


2.3        Kebebasan dan Keterikatan Manusia
Aliran Asy’ariah tentang kebebasan dan keterikatan manusia berpendapat bahwa manusia dalam berbuat mempunyai keterbatasan. Perbuatan manusia dibatasi oleh perbuatan Tuhan. Daya untuk berbuat adalah daya Tuhan bukan daya manusia. Teori Al-kasb dan Harkah al-idtirar yang dikemukakan oleh Asy’ariah member pengertian bahwa manusia merupakan tempat untuk berlakunya perbuatan Tuhan. Pendapat golongan Asy’ariah ini berdasarkan firman Tuhan didalam surat al-shafaat:96, dan surat al-inan: 30.
Aliran Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia didalam berbuat mempunyai kebebasan. Perbuatan yang dilakukan manusia adalah perbuatn manusia sendiri bukan perbutan Tuhan. Daya Tuhan tidak mempunyai bagian dalam perwujudan perbuatan manusia. Kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatan manusia adalah kemauan dan daya manusia sendiri, kemauan dan daya Tuhan tidak turut campur didalamnya. Manusia akan memperoleh balasan dari perbuatannya, sebagaimana firman Tuhan dalam surat as-sajadah : 17 dan surat Al-Kahfi : 29.
Golongan Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa, manusia dalam berbuat mempunyai kebebasan, dalam pemakaian daya yang diciptakan Tuhan pada diri manusia, manusia tidak mempunyai daya untuk menciptakan. Perbuatan baik yang diperbuat manusia adalah perbuatan manusia sesuai dengan ridha Allah, dan perbuatan buruk yang diperbuat manusia adalah perbuatan manusia tetapi tidak sesuai dengan keridhaan Tuhan.
Golongan Maturidiah Samarkand berpendapat mengenai manusia dalam berbuat, sejalan dengan pendapat Maturidiah Bukhara. Perbuatan manusia adalah perbuatan dalam arti yang sebenarnya bukan dalam arti kiasan. Manusia diberi upah oleh Tuhan atas dasar pemakaian yang benar dari daya yang telah diciptakan Tuhan pada diri manusia. Demikian juga manusia diberikan hukuman atas dasar kesalahan pemakaian daya yang telah diciptakan Tuhan kepada diri manusia.
2.4        Keadilan Tuhan
Menurut Asy’ariah, keadilan Tuhan merupakan sesuatu yang mutlak dikuasai Tuhan dari sudut pandang kekuasaan mutlak Tuhan. Sedangkan menurut Mu’tazilah, keadilan Tuhan dilihat dari sudut rasio dan kepentingan manusia.
Maturidiah Bukhara sejalan dengan Asy’ariah dalam pendapatnya mengenai persoalan keadilan Tuhan, sedangkan Maturidiah Samarkand sejalan dengan pendapat Mu’tazilah. Namun demikian terdapat juga segi yang berbeda, seperti paham Masyiah dan Ridha yang dikemukakan Maturidiah Bukhara dan dapat terjadi pengampunan Tuhan terhadap orang yang berbuat dosa besar yang dikemukakan oleh Maturidiah Samarkand.
2.5        Perbutan dan Sifat Tuhan
Menurut paham Asy’ariah, Tuhan dapat berbuat apa saja menurut yang dikehendaki-Nya, bahkan dapat saja Tuhan memberikan pahala kepada orang yang berbuat jahat, atau menghukum orang yang berbuat baik, kalau Dia mau, sebab Tuhan itu mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak.
Menutut paham Mu’tazilah, Tuhan mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap manusia seperti wajib menepati janji, wajib member pahalakepada orang yang berbuat baik, wajib menghukum orang yang berbuat dosa, dan sebagainya. Kewajiban-kewajiban tersebut timbul karena adanyapembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, seperti adanya sifat keadilan Tuhan yang menyebabkan Tuhan berkewajiban menghukum orang yang berbuat jahat.
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, karena orang yang mengakui adanya sifat-sifat Tuhan, berarti mengakui bahwa yang kekalatau yang kodim itu banyak. Pengakuan seperti itu membawa kepada kemusyrikan.
Kaum Asy’ariah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Sifat-sifat tersebut bukan esensi Tuhan, tetapi juga tidak lain dari Tuhan. Orang yang mengakui sifat-sifat Tuhan tidak akan membawa kepada kemusyrikan, sebab tidak berarti mempercayai bahwa yang kekal itu banyak.



BAB III
METODE PENELITIAN
3.1       Lokasi Penelitian
                     Desa Jatiwangi, Kecamatan Jatisari, Kabupaten Karawang, RT/RW : 01/04 dan Asrama Putri Tri Jaya, Jl. Desa.
3.2.      Obyek Penelitian
Saya bertanya langsung kepada 10 orang dari berbagai kalangan. 10 orang tersebut yaitu sebagai berikut:
1.            Seorang ulama yaitu Mu’alim Eded Ubaedillah,
2.            Ibu rumah tangga yaitu Ibu Hj. Neni Herlina Nuraeni,
3.            Ibu rumah tangga yaitu Ibu Hj. Eha Aisyah
4.            Seorang petani yaitu Bpk. H. Ikhsan
5.            Seorang pedagang yaitu Bpk. Ended
6.            Pegawai negeri yaitu Ibu Nevi Fatimah
7.            Mahasiswa yaitu Desi Sri Hartati
8.            Mahasiswa yaitu Sunsun Baida Mulya
9.            Pelajar yaitu Gina Nisrina
10.        Mahasiswa Ririn Khoerunisa

3.3.      Waktu Penelitian
                     Waktu penelitian disesuaikan dengan waktu mewawancarai dari ke-10 orang dari berbagai kalangan tersebut.

3.4.      Variabel yang Diteliti
a.             Bagaimana pemikiran masyarakat tentang akal dan wahyu?
b.            Konsep iman menurut masyarakat seperti apa?
c.             Kebebasan dan keterikatan manusia menurut  masyarakat seperti apa?
d.            Bagaimana pandangan masyarakat tentang keadilan Tuhan?
e.             Perbuatan dan sifat Tuhan menurut pandangan masyarakat seperti apa?
3.5.      Analisis Data (hasil wawancara)
A.    Pemikiran masyarakat tentang akal dan wahyu
1.      Menurut Mu’alim Eded, manusia selain berpegang pada akal, juga berpegang pada wahyu. Jadi, manusia memadukan kedua-duanya yaitu antara akal dan wahyu karena saling berkaitan.
2.      Menurut Ibu Hj. Neni, akal dan wahyu satu sama lain saling berkaitan, misalnya seseorang yang ingin berhasil harus berusaha dan berdoa. Berusaha disini termasuk kepada akal dan berdoa disini termasuk kepada wahyu.
3.      Menurut Ibu Hj. Eha, akal merupakan sesuatu yang ada pada diri manusia, dan wahyu sesuatu yang diberikan oleh Allah kepada nabi. Akal dan wahyu saling berkaitan satu sama lain.
4.      Menurut Bpk. H. Ikhsan, akal merupakan yang ada pada diri manusia, sedangakan wahyu datangnya dari Allah. Akal dan wahyu sama-sama saling berkaitan, karena dalam berbuat sesuatu kita harus menggunakan akal dan wahyu supaya selamat.
5.      Menurut Bpk. Ended, wahyu merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, kemudian disampaikan kepada umatnya. Sedangkan akal merupakan sesuatu yang ada pada diri manusia. Antara akal dan wahyu tidak berkaitan, karena wahyu mutlak berasal dari Allah.
6.      Menurut Ibu Nevi, akal dan wahyu kedua-duanya sangat penting, namun tidak semua wahyu bisa dianalisa oleh akal manusia, karena pengetahuan manusia terbatas, dan wahyu tersebut berasal dari Allah.
7.      Menurut Desi, akal adalah sesuatu yang diberikan kepada manusia oleh Allah untuk digunakan berfikir, bertindak dan sebagai daya fikir manusia. Wahyu adalah pernyataan Allah yang diturunkan kepada para Nabi atau Rasul untuk disampaikan kepada umatnya. Akal dan wahyu sangat berkaitan sekalai karena dengan adanya wahyu Allah manusia diperingatkan untuk menggunakannya, akalnya untuk berfikir, agar mereka mengerti akan segala sesuatu yang disampaikan oleh Allah kepada umat manusia.
8.      Menurut Sunsun, pengertian dari akal itu sendiri adalah suatu pemikiran tentang sesuatu yang dapat membedakan antara baik buruknya suatu hal atau suatu perilaku yang dikerjakan dan atau dipandang oleh orang lain. Dan wahyu yaitu qalam Allah yang diurunkan kepada Nabi atau Rasul baik secara langsung ataupun tidak langsung, dan wahyu ini dapat berupa suara bisa juga berupa mimpi. Antara akal dan wahyu saling berkaitan satu sama lain.
9.      Menurut Gina, wahyu berasal dari Allah, dan akal merupakan pemikiran manusia. Akal dan wahyu saling berkaitan karena wahyu bakal disertai dengan akal.
10.  Menurut Ririn, akal merupakan alat yang digunakan manusia untuk berpikir. Dan wahyu merupakan  sabda Allah yang disampaikan kepada manusia pilihannya untuk dijadikan pegangan hidup umat manusia. Antara akal dan wahyu saling berkaitan.

B.     Konsep iman menurut masyarakat
1.      Konsep iman menurut Mu’alim Eded sesuai dengan yang diajarkan oleh para ulama terdahulu. Meyakini dengan sepenuh hati tentang rukun iman dan menjalankan rukun islam.
2.      Menurut Ibu Hj. Neni iman meyakini terhadap rukun iman yang 6 ( percaya kepada Allah, percaya kepada malaikat Allah, percaya kepada Rasul-rasul Allah, percaya kepada kitab-kitab Allah, percaya kepada hari kiamat, dan percaya kepada qada dan qadar).
3.      Menurut Ibu Hj. Eha, iaman keyakinan kita terhadap Allah dan segala apa yang diciptakannya.
4.      Menurut Bpk H. Ikhsan, iman merupakan keyakinan kita terhadap rukun iman dan menjalankan rukun islam.
5.      Menurut Bpk. Ended, iman merupakan kepercayaan berdasarkan Al-Quran dan Hadist, diantaranya meyakini adanya surge dan neraka, kematian, dan hari kiamat.
6.      Menurut Bu Nevi, iman yaitu percaya kepada Allah dan tiada Tuhan selain Allah.
7.      Menurut Desi, iman merupakan suatu tekad atau keyakinan dengan sepenuh hati, mengucapkan dengan lisan, dan melakukan dengan perbuatan.
8.      Menurut Sunsusn, iman itu sendiri adalah pembenaran dari hati. Hati kita benar-benar yakin akan suatu hal. Hati yakin, diucapkan dengan lisan dan dilaksanakan dengan perbuatan. Hati kita yakin dengan sepenuh hati ajaran yang dibawa Rhasulullah SAW, diucapkan dengan lisan dengan mengucapkan kalimat syahadat dan dilaksanakan dengan perbuatan yaitu melaksanakan perbuatan dijalan Allah.
9.      Menurut Gina, iman yaitu meyakini dengan sepenuh hati pada rukun iman.
10.  Menurut ririn, iman merupakan sesuatu yang diyakini tanpa keraguan terhadap rukun iman.

C.    Kebebasan dan keterikatan manusia
1.      Mu’alim Eded mengatakan bahwa manusia dalam melakukan suatu perbuatan mempunyai keterbatasan. Karena, perbuatan manusia tidak terlepas dari izin Allah. Jika manusia melakukan suatu perbuatan dosa besar maka disebut fasek (tidak kafir). Apabila ia bertaubat maka Allah akan mengampuninya.
2.      Bu Hj. Neni mengatakan bahwa manusia dalam berbuat mempunyai keterbatasan, karena hanya Allah yang berkuasa.
3.      Menurut Ibu Hj. Eha, manusia dalam berbuat tidak mempunyai kebebasan, karena dalam berbuat manusia dibatasi oleh keimanannya.
4.      Menurut H. Ikhsan, manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat sesuatu, karena tanpa seizing Allah manusia tidak akan bisa berbuat sesuatu.
5.      Menurut Bpk. Ended, dalam berbuat sesuatu manusia mempunyai keterbatasan, karena kalau tidak punya keterbatasan semua itu akan dianggap halal walaupun dosa.
6.      Menurut Ibu Nevi, manusia itu mempunyai kebebasan yang sudah diatur oleh Allah dalam ajaran agama islam.
7.      Menurut Desi, setiap orang pasti mempunyai kebebasan, akan tetapi sewajarnya dalam melakukan kebebasan tersebut. Mereka bebas harus bisa menerima konsekuen yang mereka perbuat. Apabila berbuat suatu kebaikan maka hasilnya akan baik dan jika berbuat buruk maka hasilnya akan sesuai dengan apa yang mereka perbuat.
8.      Menurut Sunsun, manusia bebas berbuat apapun yang mereka inginkan, tapi tidak lepas dari norma dan peraturan yang berlaku. Jika hak kebebasan kita digunakan untuk hal yang tidak bermanfaat atau dikatakn juga dapat merugikan orang lain, sepertinya kita tidak menggunakan hak kita itu dengan baik.
9.      Menurut Gina, dalam berbuat sesuatu manusia tidak mempunyai kebebasan, karena dalam melakukan sesuatu ada yang baik dan ada yang buruk, semua itu dibatasi oleh Allah.
10.  Menurut Ririn, manusia itu punya kebebasan, karena manusia itu punya akal, mana yang baik dan mana yang buruk itu semua dengan akal.

D.    Pandangan masyarakat tentang keadilan Tuhan
1.      Keadilan Allah menurut Mu’alim Eded yaitu Allah sangat adil dalam segala hal, tidak akan ada yang seadil Allah.
2.      Menurut Ibu Hj. Neni, Allah itu sanagt adil, karena Allah akan memberikan semua hal yang baik buat kita, karena keadilan itu mutlak dari Allah.
3.      Menurut Ibu Hj. Eha, Allah sangat adil kepada semua umat, misal jika seseorang diberi kekurangan oleh Allah, maka sebenarnya itu adalah sesuatu yang diberikan oleh Allah yang terbaik untuk orang tersebut, karena semuanya pasti aka nada hikmahnya.
4.      Menurut Bpk. H. Ikhsan, keadilan Allah yang diberikan kepada kita itu adalah keadilan yang sudah sesuai dengan keadaan kita masing-masing.
5.      Menurut Bpk. Ended, “pokoknya Allah itu adil” begitu yang dikatakan oleh Bpk. Ended
6.      Menurut Ibu Nevi, Allah itu sangat adil dan sangat bijaksana, tidak ada yang seadil Allah.
7.      Menurut Desi, Allah itu sangat adil dalam segala hal seperti adanya pahala dan dosa, surge dan neraka. Mereka yang berbuat kebaikan atau menjalankan segala perintah Allah maka akan mendapat pahala dan Allah akan memasukkannya ke surga dan sebaliknya apabila mereka yang berbuat kejelekan maka dosa akan menimpa kepadanya, dan Allah akan memasukkannya kedalam neraka jahanam.
8.      Menurut Sunsun, Allah itu sangat adil terhadap makhluk ciptaan-Nya. Kita sebagai manusia yang mempunyai akal dan pikiran tidak dapat memungkiri kebenaran hal itu. Ketika hanya dengan niat yang baik saja, Allah Maha Mengetahui apa tujuan kita tersebut.
9.      Menurut Gina, dalam berbuat sesuatu manusia tidak mempunyai kebebasan, karena dalam melakukan sesuatu ada yang baik dan ada yang buruk, semua itu dibatasi oleh Allah.
10.  Menurut Ririn, Allah sangat adil, adil itu merupakan menempatkan sesuatu pada tempatnya.

E.     Sifat Allah menurut masyarakat
1.      Mu’alim Eded mengatakan bahwa sifat Allah itu Qadim, sama dengan zat Allah juga Qadim.
2.      Menurut Ibu Hj. Neni, Allah itu maha kawasa dan mempunyai sifat yang wajib bagi Allah (sifat wujud, sifat qidam, sifat baqa dan seterusnya)
3.      Menurut Ibu Hj. Eha, “sifat Allah itu ya yang wujud, qidam, baqa dan seterusnya itu, merupakan sifat yang wajib bagi Allah”. Begitu yang dikatakan oleh Ibu Hj. Eha, dan jika ada seseorang yang  berbuat jahat, tetapi Allah memberikan pahala kepadanya Ibu Hj. Eha percaya, karena itu semua merupakan kekuasaan Allah.
4.      Menurut Bpk. H. Ikhsan, mengatakan bahwa sifat Allah itu Qadim, dan mempunyai sifat yang wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah.
5.      Menurut Bpk. Ended, sama halnya dengan yang dikatakan oleh Bpk H. Ikhsan mempunyai sifat yang wajib dan sifat yang mustahil bagi Allah. Karena sifat Allah sanagatlah mutlak bagi-Nya.
6.      Menurut Ibu Nevi, sifat Allah merupakan sifat yang mutlak bagi-Nya. Karena Allah itu memiliki sifat maha segala-galanya.
7.      Menurut Desi, sifat Allah sangatlah mutlak dimiliki-Nya, tidak ada yang dapat menandingi-Nya, Allah maha segalanya, Maha Merajai, Maha Menguasai, dan Maha dari segala yang Maha.
8.      Menurut Sunsun, sifat Allah adalah sifat yang sempurna.
9.      Menurut Gina, Allah memiliki sifat yang wajib, dan jika ada seseorang yang berbuat jahat tetapai Allah memberikan pahala kepadanya Gina percaya, karena Allah maha kawasa.
10.  Menurut Ririn, ririn percaya terhadap sifat-sifat Allah, karena Allah memiliki sifat yang wajib bagi Allah (wujud, kidam, baqa dan seterusnya).



BAB IV
PEMBAHASAN
A.          Pemikiran masyarakat tentang akal dan wahyu
Dari hasil wawancara yang telah dibahas tadi, dengan 10 orang objek (nara sumber), dalam pemikiran mereka tentang akal dan wahyu hampir semua jawaban sama bahwa akal sesuatu yang ada pada diri manusia, sedangkan wahyu dari Allah, dan antara wahyu dengan akal apakah saling berkaitan atau tidak, hampir semua mengatakan berkaitan, tetapi menurut Bpk. Ended akal dan wahyu tidak berkaitan.
Mungkin dalam hal ini Bpk. Ended berfikir bahwa akal merupakan sesuatu yang mutlak ada pada diri manusia sedangkan wahyu mutlak dari Allah. Maka dapat disimpulkan dalam pemikiran masyarakat tentang akal dan wahyu hampir semua dari ke 10 orang nara sumber menganut paham Asy’ariah. Karena wahyu dalam aliran Asy’ariah mempunyai fungsi yang banyak.

B.           Konsep iman menurut masyarakat
Dalam hal konsep iman menurut masyarakat, dapat disimpulkan bahwa dari ke 10 orang nara sumber tersebut mengatakan bahwa iman merupakan mempercayai dengan sepenuh hati terhadap Allah dan mempercayai dengan sepenuh hati terhadap rukun iman.
Berarti dari ke 10 orang nara sumber menganut paham Asy’ariah, karena konsep iman menurut Alira Asy’ariah adalah tasdiq (membenarkan), bukan merupakan ma’rifah atau amal. Batasan iman menurut Asy’ari sendiri adalah al-tasdiqu billah, yaitu membenarkan kabar tentang adanya Allah lebih lanjut dikatakannya: iman ialah pengakuan dalam hati tentang keesaan Allah dan tentang kebenaran Rasul-rasul serta segala apa yang mereka bawa dari Allah.

C.          Kebebasan dan keterikatan manusia
Dalam hal kebebasan dan keterikatan manusia, hampir dari ke 10 orang nara sumber mengatakan bahwa dalam berbuat sesuatu manusia mempunyai keterbatasan karena dalam berbuat sesuatu harus ada izin dari Allah. Tetapi menurut Ibu Nevi dengan Desi setiap manusia memiliki kebebasan dalam berbuat, tapi masih dalam batas yang wajar, dan yang sudah diatur dalam ajaran agama islam, karena setiap manusia pasti punya rencana masing-masing.
Dari pendapat ke 10 orang tersebut maka 8 orang sepaham dengan Aliran Asy’ariah yang berpendapat bahwa tentang kebebasan dan keterikatan manusia berpendapat bahwa manusia dalam berbuat mempunyai keterbatasan. Perbuatan manusia dibatasi oleh perbuatan Tuhan. Daya untuk berbuat adalah daya Tuhan bukan daya manusia. Sedangkan yang 2 orang sependapat dengan golongan Maturidiah Bukhara yang berpendapat bahwa, manusia dalam berbuat mempunyai kebebasan, dalam pemakaian daya yang diciptakan Tuhan pada diri manusia, manusia tidak mempunyai daya untuk menciptakan. Perbuatan baik yang diperbuat manusia adalah perbuatan manusia sesuai dengan ridha Allah, dan perbuatan buruk yang diperbuat manusia adalah perbuatan manusia tetapi tidak sesuai dengan keridhaan Tuhan.

D.          Pandangan masyarakat tentang keadilan Tuhan
Dalam hal ini, semua nara sumber dengan pasti menjawab bahwa Allah itu sangat adil dalam segala hal, dan tidak ada yang seadil Allah. Karena Allah maha adil. Jika kita sudah mendapat apa yang sudah diberikan oleh Allah kepada kita, maka itu merupakan keadilan Allah yang sudah diberikan oleh Allah kepada kita.
Maka dari ke 10 orang tersebut sepaham dengan Aliran Asy’ariah, yang berpendapat bahwa keadilan Tuhan merupakan sesuatu yang mutlak dikuasai Tuhan dari sudut pandang kekuasaan mutlak Tuhan.

E.           Sifat Allah menurut masyarakat
Dalam hal ini, semua berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat. Dan meyakini akan sifat-sifat yang dimiliki Allah. Maka sepuluh orang tersebut sependapat dengan Kaum Asy’ariah berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat. Sifat-sifat tersebut bukan esensi Tuhan, tetapi juga tidak lain dari Tuhan. Orang yang mengakui sifat-sifat Tuhan tidak akan membawa kepada kemusyrikan, sebab tidak berarti mempercayai bahwa yang kekal itu banyak.


BAB V
PENUTUP
5.1       Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dibahas dari hasil wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa dari ke 10 orang nara sumber merupakan penagnut paham Asy’ariah. Seperti yang telah diketahui, bahwa dari ke 10 orang tersebut merupakan pengikut dari NU (Nahdatul Ulama).
Diamana NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Dalam menjawab pertanyaan ada beberapa oaring yang tidak sepaham dengan Aliran Asy’ariah, mungkin itu dikarenakan dalam hal Mazhab kita mengenal ada 4 Mazhab. Sebenarnya Mazhab-Mazhab tersebut tidak ada yang salah dalam pemikirannya, namun menurut istilah nya para Imam itu ingin menuju surga, dan para iamam pun sampai kesurga, tapi berbeda jalannya. Itu semua menjadi salah satu alasan mengapa ada yang berbeda dalam menjawab suatu pertanyaan.
5.2       Saran
            Penulis menyadari bahwa dalam pembuatn laporan penelitian ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu penulis meminta sarannya, agar dalam penulisan laporan ini dikemydian hari dapat lebih baik dari yang sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan. 2007. Ilmu Kalam. Azkia Pustaka Utama. Bandung.
Wahyu Hoerudin, Cecep, dkk. 2009. Kaidah dan Pelatihan Bahasa Indonesia.
Bandung. CV.Insan Mandiri.
Wikipedia, 2011. Nahdatul Ulama. (http://id.wikipedia.org/wiki/Nahdlatul_Ulama).
Diakses hari Jumat, 10 Juni 2011. Pukul 13.00 WIB.

0 komentar:

Posting Komentar